MAKALAH BIOGRAFI IMAM BUKHARI DAN IMAH MUSLIM DAN METODE
PENYUSUNAN KITAB JAMI’ AS SHAHIH
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Study Hadits 2
Dosen Pembimbing:
Mahbub Junaidi, M. Th I
Disusun
Oleh :
Ana Yuliatin (14110006)
Lailatul Masfufah (14110014)
Musdalifatus
Sholikah (14110026)
UNIVERSITAS ISLAM
DARUL’ULUM LAMONGAN
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
2015
Kata Pengantar
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulilah, puji syukur
kehadirat Allah swt. karena atas berkat ,hidayah,
dan karunianya sehingga makalah tentang “Biografi
Imam Bukhori Dan Imah Muslim Dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ As Shahih” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabiullah Muhammad
SAW.
Penyusunan
makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah “Study
Hadits 2.” Dalam
penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak
mahbub Junaidi M.Th.I selaku dosen pengampu mata kuliah Study Hadits 2 dan
kepada pihak-pihak yang memberikan motivasi dalam upaya penyelesaian makalah
ini. Namun demikian, dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa tidak
menutup kemungkinan dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-kekuranganya,
untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran bagi pihak-pihak yang
mempelajari makalah ini demi keberhasilan yang lebih baik lagi untuk waktu yang
akan datang. Karena penulis menyadari bahwa segala kekurangan itu datangnya
dari kita sendiri sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan jika
terdapat kelebihan, semua itu tentu karena kehendak Allah SWT. Akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua khususnya penulis. Aamiin.
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Lamongan
, 17 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR iii
DAFTAR
ISI .... iv
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Bagaimana
Biografi Imam Bukhori dan Metode Penyusunan Kitab Jami’
as Shahih..................................................................................................
B. Bagaimana
Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih................................................................................................
C. Perbedaan
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim...................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................... 11
B.
Saran dan Kritik.................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Ketika umat
berada ditengah ketidakpastian dalam menemukan eksistensinya sebagai makhluk di
muka bumi, Allah mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai utusanNya sekaligus
penyempurna dari wahyu-wahyu yang telah disampaikan melalui rasul
sebelumnya. Wahyu yang telah
disempurnakan itu adalah al-Qur’an
atau kalam Ilahi. al-Qur’an dengan ajaranya yang
universal menjadi petunjuk umat manusia dalam mengarungi samudera kehidupan
hingga akhir zaman.
Masalah
mulai timbul ketika Rasulullah Saw tiada, dalam menyingkap makna tersirat yang
terkandung dalam al-Qur’an, manusia bimbang kepada
siapa merujuk. Rasulullah dengan petunjuk Allah dapat memprediksi hal ini,
sebelum tiada, beliau meninggalkan dua pusaka sebagai panduan manusia, yaitu al-Qur’an dan
Hadist. Al-Qur’an atau kalam Ilahi hadir
sebagai ketentuan dasar yang menjadi rujukan manusia dalam segala hal, dan
Hadist hadir sebagai penjelas atas ajaran dasar tersebut. Meski Rasulullah
tiada, Allah Yang Maha Pengasih begitu menyayangi umatnya, menghadirkan ulama-ulama yang dianugerahi
kecerdasan luar biasa untuk menjaga kelestarian hadist Rasulullah.
Melalui
ulama’ dan Ahli Hadist yang terkenal ketakwaannya, kuat hafalannya dan
mencurahkan seluruh kehidupannya untuk meneliti dan memilih hadis mana yang
baik (shahih), lemah (tidak diterima periwayatannya) dan palsu, Allah
Swt menjaga keduanya sampai hari kiamat. KeTujuh ahli hadist yang berjasa
sangat besar dalam perkembangan umat Islam hingga saat ini. Ketujuh perawi itu
adalah Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai, dan
Ibnu Majah.
Diantara
beberapa ahli hadist tersebut dapat dikatakan Imam Bukhari dan Imam Muslim yang
paling masyhur, hal itu terjawab lewat kitab-kitab fiqih dan hadits beliau,
khusus di bidang hadist, hadist beliau memiliki derajat yang tinggi. Bahkan
sebagian menyebutnya imam bukhari dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits
(Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua
ulama di dunia merujuk kepadanya.
Sang ulama
fenomenal itu mendedikasikan hidupnya untuk menyeleksi secara ketat ratusan
ribu hadis yang telah dihafalnya sejak kecil. Karyanya yang sangat monumental
itu bak cahaya yang telah menerangi perjalanan hidup umat Islam. Ribuan hadis
sahih telah dipilihnya menjadi pedoman hidup umat Islam, sesudah al Qur’an. Menurut
mayoritas ulama’ sepakat bahwa kitab Shahih
Bukhari adalah kitab hadis yang paling shahih setelah al Qur’an.
Untuk itu penulis mencoba mengkaji tentang Imam Bukhari dan Imam Muslim selaku
pemimpin para ahli hadist.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Biografi Imam Bukhori dan Metode Penyusunan Kitab Jami’
as Shahih?
2. Bagaimana
Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as
Shahih?
3. Apa Perbedaan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim?
C. Tujuan
penulisan
1.
Mengetahui
Biografi Imam Bukhori dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih
2. Mengetahui Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan
Kitab Jami’ as Shahih
3. Mengetahui Perbedaan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam
Bukhari dan Metode Penyususunan Kitab Jami’ as Shahih
Ø Biografi Imam Bukhari ( 194-256 H)
Nama
lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughirah
Al-Ja’fi bin Bardizbah Al-Bukhori. Ia dilahirkan bulan Syawal 194 H dinegeri
Bukhora, Uzbekistan, Asia Tengah sehingga lebih dikenal nama Al-Bukhori. Ia
sangat alim dibidang hadits dan telah menyusun sebuah kitab yang keshohihannya
disepakati oleh umat islam dari zaman dahulu hingga sekarang.[1]
Bukhari
dididik dalam keluarga para ulama yang taat beragama. Dalam kitab Ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa
ayah Al-Bukhari dikenal sebagai orang yang wara’, dalam arti berhati-hati
terhadap hal-hal yang bersifat syubhat
(ragu-ragu) hukumnya terlebih hal yang haram. Ia seorang ulama bermazhab Maliki
dan murid Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fiqih. Ia wafat ketika Bukhoari masih
kecil.[2]
Bukhari
berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada
usia 16 tahun, bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci, terutama Mekah
dan Madinah, untuk mengikuti kuliah oleh para guru besar hadis. Pada usia 18
tahun, ia menerbitkan kitab pertama qudhayah
shohabah wa Tabi’in, hapal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin
Jarrah bin Malik. Bersama gurunya, Syekh Ishaq, ia menghimpun hadis-hadis
shahih dalam satu kitab, dan dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 rawi
disaring menjadi 7.275 Hadis.[3]
Bukhari
memiliki daya hapal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bain
Isma’il. Sosok bukhori kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak
kecokelatan, ramah dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk
pendidikan.[4]
Sang ayah, Ismail Ibnu Ibrahim, juga seorang ahli hadis yang terpandang.
Ismail merupakan salah seorang murid ulama terpandang, Hammad ibnu Zaid dan
Imam Malik. Sang ayah tutup usia saat Imam Bukhari masih belia. Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster.
Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping
menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir,
beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan
berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia
Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.[5]
Untuk
mengumpulkan daya menyeleksi hadits
sahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai
kota guna menemui para rawi hadis, mengumpulkan dan menyeliksi hadisnya. Di
antara kota-kota yang disinggahinya, antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekah,Madinah),
Kufa, Baghdad sampai Asia Barat. Di Baghdad, Bukhori sering bertemu dan
berdiskusi dengan ulama besar imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota itu,
ia bertemu dengan 80.000 rawi. Dari merekalah, Bukhari mengumpulkan dan
menghapal satu juta hadis.[6]
Namun
tidak semua hadis yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih
dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad
(riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah rawi (periwayat/pembawa)
hadis itu terpercaya dan tsiqah
(kuat). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadis
dalam karya monumentalnya, Al-Fami’Ash-Shahih
yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Diantara
guru-gurunya dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis antara lain Ali bin
Al-Madini, Ahmad bin Hanba, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi,
Makki bin Ibrahim Al-Bakhi, dan Muhammad Bin Yusuf Al-Baykandi. Selain itu ada
289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam kitab Shahih-nya. Banyak pula ahli hadis yang berguru kepadanya, seperti
Syekh Abu Zahra, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad bin Ibnu Asr dan Imam Muslim.[7]
Dalam
meneliti dan menyeleksi hadis diskusi para rawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik
yang ia lontarkan kepada para rawi juga cukup halus, namun tajam. Kepada rawi
yang sudah jelas kebohongannya, ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama
meninggalkannya atau para ulama berdiam diri dari hal itu.” Sementara para rawi
yang hadisnya tidak jelas, “ia menyatakan hadisnya diingkari.” Bahkan banyak meninggalkan
rawi yang diragukan dengan kejujurannya. Dia berkata, “saya meninggalkan 10.000 hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadis-hadis dengan jumlah yang sama atau lebi,
yang diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertimbangkan.”
Banyak ulama atau rawi yang ditemui
sehingga Imam Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti
dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebua hadits,
mengecek keakuratan sebuah hadits, ia berkali-berkali mendatangi ulama atau
rawi meskipun berada di kota atau negeri yang jauh.
Suatu ketika
penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta
dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi
permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa
kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia
singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana
beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31
Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari.
Beliau dimakamkan selepas Shalat Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum
meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar
dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu
dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa
meninggalkan seorang anakpun.[8]
Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat
terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim,
Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan
bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi,
Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin
Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad
bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin
Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan
ulama Ahlul Hadits lainnya.[9]
Murid-murid beliau Beliau memiliki murid yang banyak
dari setiap penjuru, namun yang dianggap paling populer adalah :
Al-Imām Abū al-Ḥusain Muslīm bin al-Hajjāj an-Naisaburi (204-261), penulis kitab Ṣaḥīh Muslīm yang terkenal,
Al-Imām Abū 'Īsā At-Tirmīżi (210-279) penulis buku sunan At-Tirmīżi yang terkenal,
Al-Imām Ṣalīh bin Muḥammād (205-293), Al-Imām Abū Bakār bin Muḥammād bin Isḥāq bin Khuẓaimah (223-311),
penulis buku Ṣaḥīh Ibnū Khuẓaimah, Al-Imām Abū Al-Faḍl Aḥmād bin Salamāh
An-Naisaburi (286), teman dekat Imām Muslīm, dan dia juga
memiliki buku shahih seperti buku Imām Muslīm.Al-Imām Muḥammād
bin Naṣr Al-Marwāzi (202-294), Al-Ḥāfiẓ Abū Bakār bin Abī Dāwud Sulaimān bin Al-Asy'ats (230-316), Al-Ḥāfizh Abū Al-Qāsim ‘Abdullāh bin Muḥammād bin ‘Abdul 'Aziz Al-Bagāwi
(214-317), Al-Ḥāfiẓ Abū Al-Qāḍi Abū ‘Abdillāh Al-Ḥusain
bin ‘Isma'il Al-Maḥāmili (235-330), Al-Imām Abū
Isḥāq Ibrahīm bin Ma'qīl al-Nasafi (290), Al-Imām Abū Muḥammād Ḥammād bin Syakir al-Naswī (311), Al-Imām Abū ‘Abdillāh Muḥammād bin Yūsuf bin
Maṭār al-Firabri (231-320).[10]
Ø Latar Belakang
Penulisan Kitab Jami’ as Shahih(Shahih Bukhari)
Imam al-Bukhari memberi nama
kitabnya Al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtṣar min umūri
rasūlillāhi ṣallallāhu alahi wa sallām. Pemberian nama al-Jāmi’
menunjukan bahwa kitab sahih ini tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu
bidang keagamaan, tetapi banyak bidang keagamaan. Di samping itu penggunaan
kata al-musnād al-ṣahīh mengindikasikan bahwa hadis-hadis di dalam kitab
shahih ini adalah hadis-hadis yang memiliki sandaran yang kuat.
Meski sudah termasuk luar biasa dalam bidang hadits dan ilmu
hadits, tampaknya Imam Bukhari
tidak begitu saja membukukan hadits-hadits nabawi. Ada beberapa faktor yang
mendorong untuk menulis kitab itu, yang menunjuknya bahwa penulisnya tidak mau
berangkat dari kemauannya sendiri. Karenanya wajar apabila keikhlasan beliau
menjadikan kitabnya sebagai rujukan yang paling otientik sesudah al-Qur'an.
Sementara faktor-faktor itu ialah:
1) Belum adanya
kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang
dan masalah.
Pada akhir masa tabiin di saat ulama
sudah menyebar ke berbagai penjuru negeri, hadis-hadis Nabi sudah mulai di
bukukan, orang pertama yang melakukan ini adalah al-Rabi’ bin Ṣabīh (w.
160 H), Saīd bin Abū Arubah (w. 156 H), yang mana metode penulisan
mereka terbatas pada hal-hal tertentu saja, sampai pada akhirnya ulama
berikutnya menulis hadis lebih lengkap, mereka menulis hadis-hadis hukum yang
cukup luas meskipun tulisan-tulisan mereka masih bercampur dengan fatwa-fatwa
sahabat, tabiin, dan tabi’ut al-tabiin, seperti: Imām Mālik, Ibnū Juraiz
dan al-Auzai.
Kemudian pada abad ke dua ulama mulai
menulis hadis secara tersendiri tanpa dicampuri fatwa-fatwa sahabat maupun
tabiin, metode penulisannya berbentuk musnad dimana disebutkan terlebih dahulu
nama sahabat kemudian hadis-hadis yang diriwayatkan. Ada pula yang
menggabungkan antara metode bab-bab dan metode musnad seperti yang dilakukan Abū
Bakār Syaibah. Namun demikian, kitab-kitab tersebut masih bercampur antara
yang sahih, hasan dan daif.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu
alasan Bukhari atas inisiatifnya dalam mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja
yang tercover dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh.
2) Dorongan sang
guru
Terdorong atas saran salah seorang guru
beliau yakni Isḥāq bin Rahawaih, Imam al-Bukhari mengatakan” ketika aku
berada di kediaman Ishaq, beliau menyarankan agar aku menulis kitab yang
singkat yang hanya memuat hadis-hadis sahih Rasulullah saw. Imam al-bukhari
menjelaskan hubungan antara permintaan gurunya dan penyusunan kitab Sahihnya:
فوقع في قلبي في جمع الجامع الصحيح
“Maka terbesit dalam hatiku, maka
mulai saya mengumpulkan al-Jami’ al-Shahih
3) Dorongan hati
Diriwayatkan Muḥammād bin Sulaimān bin Faris, Bukhari
berkata” aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. aku berdiri di hadapannya sambil
mengipasinya kemudian aku datang pada ahli ta’bir mimpi untuk menanyakan maksud
dari mimpi itu”, ahli ta’bir itu mengatakan bahwa “anda akan membersihkan
kebohongan-kebohongan yang dilontarkan pada Rasulullah saw.[11]
Ø Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih (Shahih Bukhari)
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur
diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imām Aḥmād,
Imām Muslīm, Abū Dāwud, Tirmīżi, An-Nasai, dan Ibnu Mājah. Bahkan
dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang
tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits
(Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua
ulama di dunia merujuk kepadanya.
Dengan usaha kerasnya dalam
mengumpulkan dan meneliti hadits guna memastikan keshahihannya, akhirnya
tersusunlah sebua kitab hadits sebagaimana yang dikenal pada saat ini. Usaha
kerasnya ini tergambar dalam sebua pernyataan Imam Bukhari sendiri, “Aku
menyesun kitab Al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini selama 16 tahun. Ia merupakan
hasil seleksi dari 600.000 buah hadits.[12]
Untuk memastikan keshahihan sebua
hadits dalam menyusun kitab ini, Imam bukhari tidak hanya berusah secara fisik,
tetapi juga melibatkan nonfisik. Salah seorang muridnya yang bernama al-Firbari
menyatakan bahwa ia pernah mendengar Imam Bukhari berkata, “Aku menyusun
al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan sebua
hadits pun kedalam kitab itu sebelum aku shalat istikhara dua rakaat. Setelah
itu, aku baru betul-betul merasa yakin bahwa hadits tersebut adalah hadits
shahih.
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun
dengan pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”.
Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab
dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah
total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy,
dan disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan
sterunya.
Ibnu Ṣalāḥ dalam
mukaddimahnya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak
dalam muqaddimah-nya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih
al-Bukhari sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutkan
secarah berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan. Perhitungan ini
diikuti oleh Muḥyiddīn an-Nawawi dalam kitabnya at-Taqrīb.
Selain pendapat diatas, Ibnu Hajar
dalam muqaddimah-nya Fatḥul Bārī, syaraḥ Ṣaḥīh al-Bukhāri,
menjelaskan bahwa jumlah hadists Shahih dalam Shahih al-Bukhari yang sanadnya
bersambung (mauṣūl) adalah 2.602 hadits tanpa pengulangan. Adapun jumlah
hadits yang sanadnya tidak diwasalkan (tidak disebutkan secarah bersambung)
adalah 159 hadits. Semua hadits dalam Shahih al-Bukhari, termasuk hadits yang
disebut secara berulang, adalah sebanyak 7.397 hadits. Jumlah ini diluar hadits
yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dan tabiin dan
ulama-ulama sesudahnya.
Berikut ini kami sajikan kitab-kitab
(judul-judul) yang terkandung dalam Ṣhaḥiḥ al-Bukhārī.
1. Kitab tentang
permulaan turunnya wahyu
2. Kiyab tentang
iman
3. Kitab tentang
ilmu
4. Kitab tentang
wudhu
5. Kitab tentang
mandi
6. Kitab tentang
haid
7. Kitab tentang
tayammum
8. Kitab tentang shalat
9. Kitab tentang
waktu-waktu shalat
10. Kitab tentang
azan
11. Kitab tentang
shalat jumat
12. Kitab tentang
jenazah
13. Kitab tentang
zakat
14. Kitab tentang
haji
15. Kitab tentang
puasa
16. Kitab tentang
shalat tarwih
17. Kitab tentang
i’tikaf
18. Kitab tentang
jual beli
19. Kitab tentang
akad pesanan (salam)
20. Kitab Syuf’ah
(hak membeli terlebih dahulu)
21. Kitab tentang
sewa-menyewa
22. Kitab tentang
pengalihan utang
23. Kitab tentang
perwakilan
24. Kiab tentang
perkongsian dalam pertanian
25. Kitab tentang
perkongsian dalam penyiraman tanaman (al-Musāqah)
26. Kitab tentang
utang-piutang
27. Kitab tentang
perselisishan
28. Kitab tentang
barang temuan
29. Kitab tentang
kezaliman dan gasab
30. Kitab tentang
kongsi
31. Kitab tentang
gadai
32. Kitab tentang
memerdekakan budak
33. Kitab tentang
hibah
34. Kitab tentang
persaksian
35. Kitab tentang
perdamaian
36. Kitab tentang
syarat-syarat
37. Kitab tentang
wasiat
38. Kitab tentang
jihad
39. Kitab tentang
mendapat bagian seperlima
40. Kitab tentang
jizyah (pajak)
41. Kitab tentang
permulaan pencipaan mahkluk
42. Kitab tentang
para nabi
43. Kitab tentang
manakib (biografi)
44. Kitab tentang
peperangan
45. Kitab tentang
tafsir al-Quran
46. Kitab tentang
keutamaan al-Quran
47. Kitab tentang
pernikahan
48. Kitab tentang
perceraian
49. Kitab tentang
nafkah
50. Kitab tentang
makanan
51. Kitab tentang
akikah
52. Kitab tentang
sembelihan dan perburuan hewan
53. Kitab tentang
kurban
54. Kita tentang
minuman
55. Kitab tentang
orang sakit
56. Kitab tentang
pengobatan
57. Kitab tentang
busana
58. Kitab tentang
adab
59. Kitab tentang
meminta izin
60. Kitab tentang
doa-doa
61. Kitab ar-Riqāq
(pelbagai hal yang melembutkan hati)
62. Kitab tentang
takdir
63. Kitab tentang
sumpah dan nazar
64. Kitab tentang
tebusan sumpah
65. Kitab tentang
waris
66. Kitab tentang
hudud
67. Kitab tentan
denda
68. Kitab tentang
taubat orang-orang yang murtad dan membangkan
69. Kitab tentang
pemaksaan
70. Kitab tentang
ḥilah (rekayasa hukum)
71. Kitab tentang
mimpi
72. Kitab tentang
fitnah
73. Kitab tentang
hukum-hukum
74. Kitab tentang
at-Tamannī (harapan)
75. Kitab tentang
khabar dari satu perawi
76. Kitab tentang
berpegang teguh pada al-Quran dan sunnah
77. Kitab tentang
tauhid
Perlu diketahui bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari ada sejulah hadits yang
tidak dimuat dalam bab. Ada juga sejumlah bab yang berisi banyak hadits, tetapi
ada pula yang hanya berisi segelintir hadits. Di tempat terpisah, ada pula bab
yang hanya berisi ayat-ayat al-Quran tanpa disertai hadits, bahkan ada pula
yang kosong tanpa isi hadits.
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan
kriteria kritik hadisnya, tetapi para ulama melakukan penelitian terhadap
hadis-hadis yang ada di dalam kitab shahih dan menyimpulkan bahwa kriteria yang
digunakannya sangat ketat. Imam al-Bukhari menggunakan kriteria kesahihan
hadis seperti ittishal sanad, ‘adalah, ḍabit, terhindar dari syāż
dan ‘illāt. Tetapi, untuk ittishal sanad imam Bukhari menggunakan
kriteria dapat dipastikan liqa’ dan mu’asharah. Di samping itu,
rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri yang digunakan adalah rawi-rawi
yang fāqih, artinya rawi-rawi yang memiliki ‘adalah dan dhabit dan lama
menyertai Imam al-Zhuhri.
Metode dan
sistematika penulisannya adalah :
1.
Mengulangi Hadis jika diperlukan dan
memasukkan ayat-ayat Al-Quran
2. Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in
sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan
3. Menta’liqkan
(menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat lain sudah ada
sanadnya yang bersambung;
4. Menerapkan
prinsip-prinsip al-jarḥ wa at-ta’dīl
5. Mempergunakan
berbagai sigat tahammul
6. Disusun
berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan
adalah:
1. Memulainya
dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at
2. Kitabnya
tersusun dari berbagai tema
3. Setiap tema
berisi topik-topik
4. Pengulangan
Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.[13]
B.
Biografi Imam
Muslim dan Metode Penyusunan kitab Jami’ as Shahih
Ø Biografi Imam Muslim (204-261 H)
Nama lengkapnya adalah Al-Imam Abu
Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi. Beliau
dinisbatkan dengan kota Naisabur dimana beliau dilahirkan disana, sebuah kota kecil di sebelah timur laut
Negara Iran (sekarang). Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan tahun
kelahiran beliau, namun menurut pendapat yang kuat, Imam
Muslim dilahirkan pada tahun 204 H/802 M.[14]
Ia juga belajar hadis sejak kecil
seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al-Bukhari dan ulama
lain selain mereka. Orang yang menerima hadis dari Imam Musli, termasuk
ulama-ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu
dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab sahihnya yang dikenal
dengan Sahih Muslim. Kitab ini,
disusun lebih sistematis dari Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim. Bisa
disebut dengan As-Shohihaini., yang
berarti dua orang tua, maksudnya dua ulama tokoh ahli hadis. Imam Ghozali dalam
kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah
akhraja hu yang berarti mereka berdua
meriwayatkannya.
Ia belajar hadis sejak usia dini,
yaitu saat berusia 16 tahun, yaitu mulai tahun 218 H. ia pergi ke Hijaz, Irak,
Syam, Mesir, dan Negara-negara lainnya.
Di Khurasan ia berguru kepada Yahya
bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran
dan Abu ‘Ansan; di Irak, ia belajar hadis kepada Imam Ahmaddan Abdullah bin
Maslamah; di Mesir, ia berguru kepada ‘Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahya, dan
kepada ulama ahli hadis yang lain.[15]
Ia berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk
belajar kepada ulama-ulama ahli hadis, dan kunjungannya yang terakhir pada 259
H. Ketika Imam Bukhari datang
ke Naisabur, ia sering dating kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa
dan ilmunya.dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan
Az-Zihli, ia bergabung dengan Bukhari sehingga hal ini menjadi terputusnya
hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Shahih-nya
maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari
Az-Zihli padahal Az-Zihli adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap
Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadis dalam Shahih-nya,
yang diterimanya dari Bukhari, padahal Bukharipun gurunya. Tampaknya menurut
Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari
kedua gurunya itu ke dalam Shahih-nya,
namun tetap mengakui mereka sebagai guru.
Imam Muslim meninggalkan karya tulis
yang tidak sedikit jumlajnya, diantaranya Al-Fami’Ash-Shahih
atau lebih dikenal sebagai Sahih Muslim, Al-Musnad
Al-Kabir, (kitab yang menerangkan nama-nama para rawi hadis), kitab Al-Asma wal-Kuna, Kitab Al-Ilal, Kitab Al-Aqran, Kitab Su’alat Ahmad
bin Hanbal, Kitab Al-Intifa’ bi
Uhubis-Siba’, Kitab Al-Muhadaramin,
Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid,
Kitab Auladih-Shahabah, Kitab Auham Al-Muhadditsin.[16]
Di antara karya-karya tersebut, yang
termasyhur adalah Ash-Shahih, yang
judul lengkapnya adalah Al-Musnad
Ash-Shahih Al-Mukhtasar min As-Sunan bi Naql Al-‘Adl’an Rasul Allah.
Menurut perhitungan M.Fuad ‘Abd Al-Baqi, kitab ini berisi 3.033 hadis[17].
Dari
perjalanan panjang hidupnya, rihlah ilmiyah, perjuangannya dalam ‘mencari’
hadis, memberikan kontribusi besar bagi ummat Islam lewat sekian banyak karya,
akhirnya pada usia 57 tahun Imam Muslim (rahimahullahu ta’ala)
menutup usia, tepatnya pada hari minggu 4 rajab tahun 261 H / 859 M, beliau
dikebumikan pada hari senin tanggal 5 rajab tahun 261 H di kota kelahirannya, Naisabur.[18]
Ø
Latar Belakang
Penulisan Kitab Jami’ as Shahih (Shahih Muslim)
Tidak ada kekosongan yang bisa
menjadikan berwujudnya sesuatu, begitupun juga dengan kitab hadis Sohih
Muslim. Perseteruan ahl al Ra’y serta ahl al Hadits dipercaya menjadi
salah satu embrio terciptanya kitab hadis. Perseteruan yang dimulai pada
abad kedua ini kemudian semakin memuncak pada awal abad ketiga hijriyah. Para
pemimpin kurun pertama daulah Abasiyah yang
berideologi rasionalis banyak memberikan kontribusi terhadap berkembangnya
paham ini, terbukti saat mereka berkuasa terbangunlah sebuah lembaga Bait al
Hikmah yang berkonsentrasi pada penerjemahan karya-karya filusuf Yunani
kedalam bahasa Arab. Setelah tampuk kekuasaan Daulah Abasiyah berada di tangan Khalifah
Mutawakkil (232 H), para penggiat hadis (termasuk didalamnya Imam
Muslim) serasa mendapatkan ‘angin segar’ karena konfrontasi dengan penguasa
sudah tidak lagi menjadi hal yang menghambat berkembangnya kreatifitas yang
berhubungan dengan hadist.
Hal lain yang memicu terbukukannya
kitab hadis Sohih Muslim adalah ketika kemajuan dibidang ilmu
pengetahuan yang dicapai pada dinasti Abasiyah dibarengi dengan memanasnya
konflik yang bernuansa politis oleh beberapa kelompok, dimana tak jarang demi
terwujudnya kepentingan, mereka menciptakan hadis palsu sebagai legitimasi dari
‘hajat busuk’ mereka. Tentu saja hal ini menjadi keresahan tersendiri bagi
sebagian besar masyarakat pada saat itu.
Dengan kata
lain, secara garis besar kitab hadis Imam Muslim lahir atas ‘desakan’
kebutuhan masyarakat akan pentingnya otentifikasi hadis dikarenakan banyak
bertebaran hadis palsu yang digunakan oleh sebagian kalangan untuk mendukung
hasrat ‘politis’nya. Dari satu sisi kehadiran kitab hadis ini menjadi ‘penawar’
akan merebaknya ‘racun’ yang banyak berkembang pada masyarakat kala itu, namun
disisi yang lain kitab hadis ini pun dianggap sebagai wujud ‘perlawanan’ para muhadditsin
(baca: pemegang hadis) untuk meng-counter hegemoni kaum rasionalis.[19]
Ø Metode Penulisan kitab Jami’ as Shahih (Shahih Muslim)
Secara eksplisit dalam kitab Shahih Muslim, penulis belum menemukan metodologi yang digunakan
oleh imam Muslim dalam menyusun kitab hadisnya. Namun dari beberapa
pemaparan ulama ahli hadis, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa syarat yang
digunakan oleh imam Muslim dalam ‘menyaring’ hadis yang kemudian
dituliskan dalam kitab hadis karyanya, diantara syarat yang digunakan imam
Muslim hasil penelitian para ulama adalah:
1) Hanya
meriwayatkan Hadis dari para periwayat yang adil, dhabit (kuat
dalam hal hafalan) dan dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya, serta amanah.
2) Hanya
meriwayatkan hadis-hadis yang lengkap sanadnya, muttasil (bersambung
sanadnya), dan marfu’ (disandarkan pada Nabi saw.).
Metode penulisan kitab Sohih
Muslim tergolong rapih. Hal ini dapat dilihat, dari ketelitian dan
‘kreatifitas’ yang beliau tuangkan dalam penyajian kritab hadis ini, misalnya:
·
Menyebutkan rawi-rawi
dari beberapa hadis yang mempunyai tema yang sama dengan tanpa memotong satu
jalur periwayatan dengan redaksi hadisnya, hanya dipisahkan dengan huruf khâ
(ح)
yang dicetak tebal sebagai tanda batas satu riwayat disambung dengan jalur
riwayat yang lain.
·
Setelah selesai menyebutkan beberapa jalur sanad yang
berbeda dari satu tema hadis yang sama, kemudian barulah disebutkan redaksi
hadis terkait, atau menyebutkan terlebih dahulu redaksi hadis, baru kemudian
disampaikan beberapa jalur periwayatan yang berbeda dari hadis terkait. Hal ini
mengakibatkan minimnya pengulangan hadis dalam penyebutannya, kecuali jika
dibutuhkan untuk mengulang karena keadaan yang ‘memaksa’ untuk dilakukannya
pengulangan.
·
Digunakannya
‘cetak tebal’ pada beberapa cara transmisi hadis, misalnya lafad haddatsana
(حدثنا),
Akhbarâna (اخبرنا) dan haddatsani (حدثنى) hal ini mengindikasikan adanya ‘perbedaan
situasi’ yang perawi alami ketika menerima hadis.[20]
Ø Sistematika Penulisan Kitab Jami’ as Shahih
Kitab hadis karya Imam Muslim
diberi nama al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunnah bi al-Naql
al-Adal ‘an al’Adl ‘an Rasulullah saw, namun lebih dikenal dengan Jami
al-Sahih atau Sahih Muslim. Sistematika
yang digunakan Imam Muslim tergolong sangat baik, ini dapat dilihat dari
cara beliau mengklasifikasikan hadis-hadis kedalam tema beasr dalam beberapa
bagian yang secara khusus membincang persoalan tertentu. Kitab hadis ini
menurut hemat penulis sepintas memberikan nuansa fiqh, diawali dengan muqaddimah,
kemudian pada bagian pertama (Imam Muslim menyebutnya ‘kitab’)
beliau membincang persoalan tentang iman dengan 96 bab dan kurang lebih 280
hadis, disusul dengan bagian kedua yang menerangkan tâharâh (34 bab dan 111
hadis), hâid, shalat dan lain sebagainya, untuk lebih lengkapnya berikut tabel
dari sistematika penulisan kitab Shahih Muslim.[21]
No
|
Nama Kitab
|
Jumlah
|
|
Bab
|
Hadis
|
||
.
|
Muqaddimah
|
74
|
–
|
1
|
Iman
|
96
|
280
|
2
|
Taharah
|
34
|
111
|
3
|
Haid
|
33
|
126
|
4
|
Shalat
|
52
|
285
|
5
|
Masajid wa
Mawadi’ al-Shalat
|
56
|
316
|
6
|
Shalat
al-Musafirin wa al-Qasriha
|
56
|
312
|
7
|
Al-Jum’ah
|
19
|
73
|
8
|
Al-Aidain
|
5
|
22
|
9
|
Al-istisqa’
|
5
|
17
|
10
|
Al-Kusufh
|
5
|
29
|
11
|
Al-Janaiz
|
37
|
108
|
12
|
Al-Zakat
|
56
|
177
|
13
|
As-Siyam
|
40
|
222
|
14
|
Al-I’tikaf
|
4
|
10
|
15
|
Al-Hajj
|
97
|
522
|
16
|
An-Nikah
|
24
|
110
|
17
|
Ar-Rada’
|
19
|
32
|
18
|
At-Talaq
|
9
|
134
|
19
|
Al-Li’an
|
1
|
20
|
20
|
Al-Atq
|
7
|
26
|
21
|
Al-Buyu’
|
21
|
123
|
22
|
Al-Masaqah
|
31
|
143
|
23
|
Al-Faraid
|
5
|
21
|
24
|
Al-Hibah
|
4
|
32
|
25
|
Al-Wasiyah
|
6
|
22
|
26
|
An-Nadzar
|
5
|
13
|
27
|
Al-Aiman
|
13
|
59
|
28
|
Al-Qasamah
Wa al-Maharibin Wa al-Qishas Wa al-Diyat
|
11
|
29
|
29
|
Al-Hudud
|
11
|
46
|
30
|
Al-Aqdiyat
|
11
|
21
|
31
|
Al-Luqathah
|
6
|
19
|
32
|
Al-Jihad
|
51
|
150
|
33
|
Al-Imarah
|
56
|
185
|
34
|
Asha’id wa
al-Dzhabaih wa ma yu’kilu hayawan
|
12
|
60
|
35
|
Al-Adaha
|
8
|
45
|
36
|
Al-Asyribah
|
35
|
188
|
37
|
Al-Libas
|
35
|
127
|
38
|
Al-Adab
|
10
|
45
|
39
|
As-Salam
|
41
|
155
|
40
|
Al-fadhz
|
5
|
21
|
41
|
Al-Syiir
|
2
|
10
|
42
|
Ar-Ruyah
|
5
|
23
|
43
|
Al-Fadail
|
36
|
174
|
44
|
Fadail
as-Sahabah
|
60
|
232
|
45
|
Al-Birr wa
al-Shilah wa al-Adab
|
51
|
166
|
46
|
Al-Qadar
|
8
|
34
|
47
|
Al-Ilmu
|
6
|
16
|
48
|
Ad-dzkr wa
Du’a wa taubah wa Istigfar
|
27
|
101
|
49
|
At-Taubah
|
11
|
60
|
50
|
Shifat
al-Munafiqin
|
1
|
83
|
51
|
Al-Jannah
wa Shifat Nafsiha wa Ahliha
|
40
|
84
|
52
|
Al-Fitan
wa syarait as Sa’ah
|
28
|
143
|
53
|
Al-Zuhud
wa ar Rafaiq
|
20
|
75
|
54
|
At-Tafsir
|
8
|
34
|
C. Perbedaan
Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
1.
Dalam Shahih Muslim
dimulai dengan menampilkan muqaddimah yang mengandung pengertian tentang
ilmu hadist. Sedang dalam Shahih Bukhari dimulai dengan bad’ul wahyi
ila Rasulullah Saw tanpa mengemukakan muqaddimah.
2.
Dalam Shahih Muslim susunannya
dengan cara mengumpulkan beberapa jalan hadist pada suatu tempat bagi maudhu
tertentu, sehingga memudahkan orang mencarinya. Sedang dalam Shahih Bukhari
dikemukakan berbagai keterangan lain yang berisi hadist-hadist, lagi memiliki
faidah dan pengertian fiqhiyah berikut kedalaman istimbat.
3.
Dalam Shahih Muslim hanya
terdapat sedikit hadist muallaq yang menurut Imam Nawawi sebanyak 14
hadist, sedangkan dalam Shahih Bukhari mencapai ribuan, baik
hadist mu’allaq marfu’ diulang maupun tidak diulang.
4.
Dalam Shahih Muslim banyak
digunakan tahwil dengan tanda ha’ didalam sanadnya untuk memberi petunjuk
beberapa cabang jalur periwayatan suatu hadist. Sedang dalam
Shahih Bukhari sekalipun tahwil dengan tanda Ha ada, namun jumlahnya tidak
banyak.
5.
Dalam Shahih Muslim hanya
memuat hadist marfu’ yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, berbeda
dengan Shahih Bukhari yang didalamnya ada yang mauquf atau maqthu’ yang
masing-masing bersumber dari Sahabat dan Tabi’in.
6.
Dalam Shahih Muslim,
apabila ada penyandaran kepada beberapa guru, lafadznya ditentukan siapa
yang melafadzkan misalnya “hadatsana Zuhair bin Harb wa Abu Kuraib wa lafadz
li Zuhair”, tetapi dalam Shahih Bukhari dapat ditetapkan bahwa
bentuk periwayatan seperti itu, lafadznya bagi rawi yang akhir.
7.
Dalam Shahih Muslim,
periwayatan hadatsana dan akhbarana dibedakan. Sedang dalam Shahih
Bukhari antara keduanya dinyatakan sama, artinya tidak ada perbedaan baik
disampaikan atau dibacakan kepada gurunya.[22]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Biografi Imam
Muslim,
Untuk Biografi Imam Bukrori sudah jelas dibahas bahwa Imam Bukhori Nama
lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughirah
Al-Ja’fi bin Bardizbah Al-Bukhori. Ia dilahirkan bulan Syawal 194 H dinegeri
Bukhora, Uzbekistan, Asia Tengah
dan Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam
Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat
Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Guru-guru Beliau dan murid-murid beliau juga
sangat banyak, begitu juga dengan karya-karyanya dan yang paling dikenal adalah
kitab jami’ as shahih.
Latar belakang
penulisan shahih Bukhari,
·
Belum adanya kitab hadis yang khusus
memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang dan masalah.
·
Dororang dari Guru
·
Dorongan dari Hati
Metode Penulisan Jami’ as Shahih
·
Mengulangi Hadis jika diperlukan dan
memasukkan ayat-ayat Al-Quran
·
Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in
sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan
·
Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada
Hadis yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung;
·
Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ
wa at-ta’dīl
·
Mempergunakan berbagai sigat tahammul
·
Disusun berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan
adalah:
·
Memulainya dengan menerangkan wahyu,
karena ia adalah dasar segala syari’at
·
Kitabnya tersusun dari berbagai tema
·
Setiap tema berisi topik-topik
·
Pengulangan Hadis disesuaikan dengan
topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.
2.
Biografi imam Muslim
Untuk biografi
Imam Muslim itupun juga sudah jelas dibahas dibab sebelumnya, bahwa Nama
lengkapnya adalah Al-Imam Abu Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi
An-Naisaburi, beliau lahir pada
204 H dan wafat tepatnya pada hari minggu 4 rajab tahun 261 H. Guru-guru dan Murid-murid Imam Muslim sangat banyak begitu juga dengan
karya-karyanya dan yang paling terkenal adalah Shahih Muslim.
Latar Belakang penulisan Kita Jami’
as Shahih
secara garis
besar kitab hadis Imam Muslim lahir atas ‘desakan’ kebutuhan masyarakat
akan pentingnya otentifikasi hadis dikarenakan banyak bertebaran hadis palsu
yang digunakan oleh sebagian kalangan untuk mendukung hasrat ‘politis’nya.
Metode Penulisan Kitab Jami’ as shahih
·
Menyebutkan Rawi-rawi
·
Sanad-sanadnya
·
Di cetak tebal pada Tranmisi hadits
Sistematika
Penulisan Jami’ as Shahih
Kitab hadis
ini menurut hemat penulis sepintas memberikan nuansa fiqh, diawali dengan muqaddimah,
kemudian pada bagian pertama (Imam Muslim menyebutnya ‘kitab’)
beliau membincang persoalan tentang iman dengan 96 bab dan kurang lebih 280
hadis, disusul dengan bagian kedua yang menerangkan tâharâh (34 bab dan 111
hadis), hâid, shalat dan lain sebagainya.
B. Saran dan Kritik
a.
Saran
Meski sebagian
Ulama mengakui keshahihan hadits-hadits dalam shahih al Bukhari dan Shahih
Muslih tetapi kita tetap harus menelitinya secara ilmiah. Tidak semua hadits
shahih itu terdapat dalam shahih bukhari dan shahih muslim, oleh karena itu
kita bisa melacak hadits shahih lainnya yang lolos dari saringan Imam Bukhari
dan Imam Muslim dalam kitab-kitab hadits yang terkenal lainnya.
b.
Kritik
Demikian
makalah yang di buat
penulis, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis. Apabila ada kritik yang ingin di sampaikan,
silahkan sampaikan kepada penulis. Dan apabila
terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena sesungguhnya penulis adalah hamba Allah yang tak luput dari salah
khilaf, Alfa dan lupa.
DAFTAR PUSAKA
Al Maliki M Alawi. Ilmu
Ushul Hadits. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2012
Dinukil dari perkataan Ibn Katsir.
Lihat Syekh Khalil Ma’mun dalam Muqaddimah: al Minhaj syarh
Sohih Muslim karya Imam Muhyi ad Din an Nawawi (Beirut: Dar el-Marefah. 1999
Dzulmani. Mengenal
Kitab-Kitab Hadits. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani. 2008
Majid Khon
Abdul. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah. 2010
Putuhena M. Shaleh. Historiografi
Haji Indonesia.Yogyakarta: L Kis. 2007
Sholahudin M. Agus. Ulumul
Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia. 2013
Siyar A’laam
An-Nubala’ karya Al Imam Adz-Dzahabi
Soetari Endang. Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah. Bandung: CV. Mimbar Pustaka. 2008
Yuslem Nawir. Kitab Induk Hadis. Jakarta: Hijir Pustaka Utama. 2006
Alghifaritomaros, Analisis kitab Shahih Bukhari (http:
blogspot, 2012) diakses, 15-10-2015 at 09.00 WIB
Muhammad Anggung, Studi
Hadits Imam Bkhari Dan Imam (http: Blogspot, 2012) diakses pada tanggal
16-10-2015 at 09.30 WIB
Jauharudintaman, Studi
Kitab Hadis Sohih Muslim (http: wordpress. 2013) diakses pada tanggal
17-10-2015, at 10.00 WIB
[1] Endang
Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008)hal 280, Lihat juga M Alawi al Maliki, Ilmu Ushul Hadits(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2012) hal
256, Lihat Juga M. Agus Sholahudin, Ulumul Hadis (Bandung,:CV Pustaka Setia, 2013) hal 230
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid,
hal 231
[8] Ibid,
hal 233
[11] Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab
Hadits (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) hal 47
[12] Ibid, hal 50
[13] Alghifaritomaros,
Analisis kitab Shahih Bukhari (http: blogspot,
2012) diakses, 15-10-2015 at 09.00 WIB
[16] Ibid,
hal 235
[17] Ibid
[18] Dinukil dari perkataan Ibn Katsir. Lihat Syekh Khalil Ma’mun
dalam Muqaddimah: al Minhaj syarh Sohih Muslim karya Imam
Muhyi ad Din an Nawawi (Beirut, Dar el-Marefah 1999) hal 98
[20] Jauharudintaman,
Studi Kitab Hadis Sohih Muslim (http:
wordpress. 2013) diakses pada tanggal 17-10-2015, at 10.00 WIB
[21] Jauharudintaman,
Studi Kitab Hadis Sohih Muslim (http:
wordpress. 2013) diakses pada tanggal 17-10-2015, at 10.00 WIB
[22] Muhammad
Anggung, Studi Hadits Imam Bkhari Dan
Imam (http: Blogspot, 2012) diakses pada tanggal 16-10-2015 at 09.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar