Kamis, 22 Oktober 2015

MAKALAH BIOGRAFI IMAM BUKHARI DAN IMAH MUSLIM DAN METODE PENYUSUNAN KITAB JAMI’ AS SHAHIH



MAKALAH BIOGRAFI IMAM BUKHARI DAN IMAH MUSLIM DAN METODE PENYUSUNAN KITAB JAMI’ AS SHAHIH
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Study Hadits 2

Dosen Pembimbing:
Mahbub Junaidi, M. Th I





Disusun Oleh :
 Ana Yuliatin                (14110006)
 Lailatul Masfufah       (14110014)
Musdalifatus Sholikah (14110026)


UNIVERSITAS ISLAM DARUL’ULUM LAMONGAN
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2015
Kata Pengantar

         Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah swt.  karena atas berkat ,hidayah, dan karunianya sehingga makalah tentang Biografi Imam Bukhori Dan Imah Muslim Dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ As Shahih dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabiullah Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Study Hadits 2. Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak mahbub Junaidi M.Th.I selaku dosen pengampu mata kuliah Study Hadits 2 dan kepada pihak-pihak yang memberikan motivasi dalam upaya penyelesaian makalah ini. Namun demikian, dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-kekuranganya, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran bagi pihak-pihak yang mempelajari makalah ini demi keberhasilan yang lebih baik lagi untuk waktu yang akan datang. Karena penulis menyadari bahwa segala kekurangan itu datangnya dari kita sendiri sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan jika terdapat kelebihan, semua itu tentu karena kehendak Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua khususnya penulis. Aamiin.
      Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Lamongan , 17 Oktober 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                           iii
DAFTAR ISI                                                                                                         ....  iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                                                                                           1
B.     Rumusan Masalah                                                                                      1
C.     Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Bagaimana Biografi Imam Bukhori dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih..................................................................................................
B.     Bagaimana Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan Kitab Jami as Shahih................................................................................................
C.     Perbedaan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim...................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 11
B.     Saran dan Kritik....................................................................................     11
DAFTAR PUSTAKA                                                                                          .... 12



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Ketika umat berada ditengah ketidakpastian dalam menemukan eksistensinya sebagai makhluk di muka bumi, Allah mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai utusanNya sekaligus penyempurna dari wahyu-wahyu yang telah disampaikan melalui rasul sebelumnya.  Wahyu yang telah disempurnakan itu adalah al-Qur’an atau kalam Ilahi. al-Qur’an dengan ajaranya yang universal menjadi petunjuk umat manusia dalam mengarungi samudera kehidupan hingga akhir zaman.
Masalah mulai timbul ketika Rasulullah Saw tiada, dalam menyingkap makna tersirat yang terkandung dalam al-Qur’an, manusia bimbang kepada siapa merujuk. Rasulullah dengan petunjuk Allah dapat memprediksi hal ini, sebelum tiada, beliau meninggalkan dua pusaka sebagai panduan manusia, yaitu al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an atau kalam Ilahi hadir sebagai ketentuan dasar yang menjadi rujukan manusia dalam segala hal, dan Hadist hadir sebagai penjelas atas ajaran dasar tersebut. Meski Rasulullah tiada, Allah Yang Maha Pengasih begitu menyayangi umatnya,  menghadirkan ulama-ulama yang dianugerahi kecerdasan luar biasa untuk menjaga kelestarian hadist Rasulullah.
Melalui ulama’ dan Ahli Hadist yang terkenal ketakwaannya, kuat hafalannya dan mencurahkan seluruh kehidupannya untuk meneliti dan memilih hadis mana yang baik (shahih), lemah (tidak diterima periwayatannya) dan palsu, Allah Swt menjaga keduanya sampai hari kiamat. KeTujuh ahli hadist yang berjasa sangat besar dalam perkembangan umat Islam hingga saat ini. Ketujuh perawi itu adalah Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah.
Diantara beberapa ahli hadist tersebut dapat dikatakan Imam Bukhari dan Imam Muslim yang paling masyhur, hal itu terjawab lewat kitab-kitab fiqih dan hadits beliau, khusus di bidang hadist, hadist beliau memiliki derajat yang tinggi. Bahkan sebagian menyebutnya imam bukhari dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Sang ulama fenomenal itu mendedikasikan hidupnya untuk menyeleksi secara ketat ratusan ribu hadis yang telah dihafalnya sejak kecil. Karyanya yang sangat monumental itu bak cahaya yang telah menerangi perjalanan hidup umat Islam. Ribuan hadis sahih telah dipilihnya menjadi pedoman hidup umat Islam, sesudah al Qur’an. Menurut mayoritas ulama’ sepakat bahwa kitab Shahih Bukhari adalah kitab hadis yang paling shahih setelah al Qur’an. Untuk itu penulis mencoba mengkaji tentang Imam Bukhari dan Imam Muslim selaku pemimpin para ahli hadist.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Biografi Imam Bukhori dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih?
2.      Bagaimana Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih?
3.      Apa Perbedaan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim?

C.    Tujuan penulisan

1.      Mengetahui Biografi Imam Bukhori dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih
2.      Mengetahui Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih
3.      Mengetahui Perbedaan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Imam Bukhari dan Metode Penyususunan Kitab Jami’ as Shahih
Ø  Biografi Imam Bukhari ( 194-256 H)
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughirah Al-Ja’fi bin Bardizbah Al-Bukhori. Ia dilahirkan bulan Syawal 194 H dinegeri Bukhora, Uzbekistan, Asia Tengah sehingga lebih dikenal nama Al-Bukhori. Ia sangat alim dibidang hadits dan telah menyusun sebuah kitab yang keshohihannya disepakati oleh umat islam dari zaman dahulu hingga sekarang.[1]
Bukhari dididik dalam keluarga para ulama yang taat beragama. Dalam kitab Ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayah Al-Bukhari dikenal sebagai orang yang wara’, dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih hal yang haram. Ia seorang ulama bermazhab Maliki dan murid Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fiqih. Ia wafat ketika Bukhoari masih kecil.[2]
Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun, bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci, terutama Mekah dan Madinah, untuk mengikuti kuliah oleh para guru besar hadis. Pada usia 18 tahun, ia menerbitkan kitab pertama qudhayah shohabah wa Tabi’in, hapal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya, Syekh Ishaq, ia menghimpun hadis-hadis shahih dalam satu kitab, dan dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 rawi disaring menjadi 7.275 Hadis.[3] 
Bukhari memiliki daya hapal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bain Isma’il. Sosok bukhori kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecokelatan, ramah dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.[4]
Sang ayah, Ismail Ibnu Ibrahim, juga seorang ahli hadis yang terpandang. Ismail merupakan salah seorang murid ulama terpandang, Hammad ibnu Zaid dan Imam Malik. Sang ayah tutup usia saat Imam Bukhari masih belia. Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.[5]
Untuk mengumpulkan daya menyeleksi hadits sahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para rawi hadis, mengumpulkan dan menyeliksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya, antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekah,Madinah), Kufa, Baghdad sampai Asia Barat. Di Baghdad, Bukhori sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota itu, ia bertemu dengan 80.000 rawi. Dari merekalah, Bukhari mengumpulkan dan menghapal satu juta hadis.[6]
Namun tidak semua hadis yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah rawi (periwayat/pembawa) hadis itu terpercaya dan tsiqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadis dalam karya monumentalnya, Al-Fami’Ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Diantara guru-gurunya dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis antara lain Ali bin Al-Madini, Ahmad bin Hanba, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi, Makki bin Ibrahim Al-Bakhi, dan Muhammad Bin Yusuf Al-Baykandi. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam kitab Shahih-nya. Banyak pula ahli hadis yang berguru kepadanya, seperti Syekh Abu Zahra, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad bin Ibnu Asr dan Imam Muslim.[7]
Dalam meneliti dan menyeleksi hadis diskusi para rawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para rawi juga cukup halus, namun tajam. Kepada rawi yang sudah jelas kebohongannya, ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri dari hal itu.” Sementara para rawi yang hadisnya tidak jelas, “ia menyatakan hadisnya diingkari.” Bahkan banyak meninggalkan rawi yang diragukan dengan kejujurannya. Dia berkata, “saya meninggalkan 10.000 hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadis-hadis dengan jumlah yang sama atau lebi, yang diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertimbangkan.
Banyak ulama atau rawi yang ditemui sehingga Imam Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebua hadits, mengecek keakuratan sebuah hadits, ia berkali-berkali mendatangi ulama atau rawi meskipun berada di kota atau negeri yang jauh.
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.[8]
Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama Ahlul Hadits lainnya.[9]
Murid-murid beliau Beliau memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun yang dianggap paling populer adalah :
 Al-Imām Abū al-Ḥusain Muslīm bin al-Hajjāj an-Naisaburi (204-261), penulis kitab aḥīh Muslīm yang terkenal, Al-Imām Abū 'Īsā At-Tirmīżi (210-279) penulis buku sunan At-Tirmīżi yang terkenal, Al-Imām alīh bin Muammād (205-293), Al-Imām Abū Bakār bin Muammād bin Isḥāq bin Khuaimah (223-311), penulis buku Ṣaḥīh Ibnū Khuaimah, Al-Imām Abū Al-Faḍl Aḥmād bin Salamāh An-Naisaburi (286), teman dekat Imām Muslīm, dan dia juga memiliki buku shahih seperti buku Imām Muslīm.Al-Imām Muḥammād bin Naṣr Al-Marwāzi (202-294),  Al-Ḥāfiẓ Abū Bakār bin Abī Dāwud Sulaimān bin Al-Asy'ats (230-316), Al-Ḥāfizh Abū Al-Qāsim ‘Abdullāh bin Muḥammād bin ‘Abdul 'Aziz Al-Bagāwi (214-317), Al-Ḥāfiẓ Abū Al-Qāḍi Abū ‘Abdillāh Al-Ḥusain bin ‘Isma'il Al-Maḥāmili (235-330),  Al-Imām Abū Isḥāq Ibrahīm bin Ma'qīl al-Nasafi (290), Al-Imām Abū Muḥammād Ḥammād bin Syakir al-Naswī (311), Al-Imām Abū ‘Abdillāh Muḥammād bin Yūsuf bin Maṭār al-Firabri (231-320).[10]

Ø  Latar Belakang Penulisan Kitab Jami’ as Shahih(Shahih Bukhari)

Imam al-Bukhari memberi nama kitabnya  Al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtṣar min umūri rasūlillāhi ṣallallāhu alahi wa sallām. Pemberian nama  al-Jāmi’ menunjukan bahwa kitab sahih ini tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu bidang keagamaan, tetapi banyak bidang keagamaan. Di samping itu penggunaan kata al-musnād al-ṣahīh mengindikasikan bahwa hadis-hadis di dalam kitab shahih ini adalah hadis-hadis yang memiliki sandaran yang kuat.
Meski sudah termasuk luar biasa dalam bidang hadits dan ilmu hadits, tampaknya Imam Bukhari tidak begitu saja membukukan hadits-hadits nabawi. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk menulis kitab itu, yang menunjuknya bahwa penulisnya tidak mau berangkat dari kemauannya sendiri. Karenanya wajar apabila keikhlasan beliau menjadikan kitabnya sebagai rujukan yang paling otientik sesudah al-Qur'an. Sementara faktor-faktor itu ialah:
1)      Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang dan masalah.
Pada akhir masa tabiin di saat ulama sudah menyebar ke berbagai penjuru negeri, hadis-hadis Nabi sudah mulai di bukukan, orang pertama yang melakukan ini adalah al-Rabi’ bin Ṣabīh (w. 160 H), Saīd bin Abū Arubah (w. 156 H), yang mana metode penulisan mereka terbatas pada hal-hal tertentu saja, sampai pada akhirnya ulama berikutnya menulis hadis lebih lengkap, mereka menulis hadis-hadis hukum yang cukup luas meskipun tulisan-tulisan mereka masih bercampur dengan fatwa-fatwa sahabat, tabiin, dan tabi’ut al-tabiin, seperti: Imām Mālik, Ibnū Juraiz dan al-Auzai.
Kemudian pada abad ke dua ulama mulai menulis hadis secara tersendiri tanpa dicampuri fatwa-fatwa sahabat maupun tabiin, metode penulisannya berbentuk musnad dimana disebutkan terlebih dahulu nama sahabat kemudian hadis-hadis yang diriwayatkan. Ada pula yang menggabungkan antara metode bab-bab dan metode musnad seperti yang dilakukan Abū Bakār Syaibah. Namun demikian, kitab-kitab tersebut masih bercampur antara yang sahih, hasan dan daif.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan Bukhari atas inisiatifnya dalam mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja yang tercover dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh.
2)      Dorongan sang guru
Terdorong atas saran salah seorang guru beliau yakni Isḥāq bin Rahawaih, Imam al-Bukhari mengatakan” ketika aku berada di kediaman Ishaq, beliau menyarankan agar aku menulis kitab yang singkat yang hanya memuat hadis-hadis sahih Rasulullah saw. Imam al-bukhari menjelaskan hubungan antara permintaan gurunya dan penyusunan kitab Sahihnya:
 فوقع في قلبي في جمع الجامع الصحيح
 “Maka terbesit dalam hatiku, maka mulai saya mengumpulkan al-Jami’ al-Shahih
3)      Dorongan hati
Diriwayatkan Muammād bin Sulaimān bin Faris, Bukhari berkata” aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. aku berdiri di hadapannya sambil mengipasinya kemudian aku datang pada ahli ta’bir mimpi untuk menanyakan maksud dari mimpi itu”, ahli ta’bir itu mengatakan bahwa “anda akan membersihkan kebohongan-kebohongan yang dilontarkan pada Rasulullah saw.[11]

Ø  Metode Penyusunan Kitab Jami’ as Shahih (Shahih Bukhari)
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imām Aḥmād, Imām Muslīm, Abū Dāwud, Tirmīżi, An-Nasai, dan Ibnu Mājah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti hadits guna memastikan keshahihannya, akhirnya tersusunlah sebua kitab hadits sebagaimana yang dikenal pada saat ini. Usaha kerasnya ini tergambar dalam sebua pernyataan Imam Bukhari sendiri, “Aku menyesun kitab Al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini selama 16 tahun. Ia merupakan hasil seleksi dari 600.000 buah hadits.[12]
Untuk memastikan keshahihan sebua hadits dalam menyusun kitab ini, Imam bukhari tidak hanya berusah secara fisik, tetapi juga melibatkan nonfisik. Salah seorang muridnya yang bernama al-Firbari menyatakan bahwa ia pernah mendengar Imam Bukhari berkata, “Aku menyusun al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan sebua hadits pun kedalam kitab itu sebelum aku shalat istikhara dua rakaat. Setelah itu, aku baru betul-betul merasa yakin bahwa hadits tersebut adalah hadits shahih.
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”. Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy, dan disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan sterunya.
Ibnu Ṣalāḥ dalam mukaddimahnya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak dalam muqaddimah-nya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutkan secarah berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Muḥyiddīn an-Nawawi dalam kitabnya at-Taqrīb.
Selain pendapat diatas, Ibnu Hajar dalam muqaddimah-nya Fatḥul Bārī, syaraḥ Ṣaḥīh al-Bukhāri, menjelaskan bahwa jumlah hadists Shahih dalam Shahih al-Bukhari yang sanadnya bersambung (mauṣūl) adalah 2.602 hadits tanpa pengulangan. Adapun jumlah hadits yang sanadnya tidak diwasalkan (tidak disebutkan secarah bersambung) adalah 159 hadits. Semua hadits dalam Shahih al-Bukhari, termasuk hadits yang disebut secara berulang, adalah sebanyak 7.397 hadits. Jumlah ini diluar hadits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dan tabiin dan ulama-ulama sesudahnya.
Berikut ini kami sajikan kitab-kitab (judul-judul) yang terkandung dalam Ṣhaḥiḥ al-Bukhārī.
1.        Kitab tentang permulaan turunnya wahyu
2.        Kiyab tentang iman
3.        Kitab tentang ilmu
4.        Kitab tentang wudhu
5.        Kitab tentang mandi
6.        Kitab tentang haid
7.        Kitab tentang tayammum
8.        Kitab tentang shalat
9.        Kitab tentang waktu-waktu shalat
10.    Kitab tentang azan
11.    Kitab tentang shalat jumat
12.    Kitab tentang jenazah
13.    Kitab tentang zakat
14.    Kitab tentang haji
15.    Kitab tentang puasa
16.    Kitab tentang shalat tarwih
17.    Kitab tentang i’tikaf
18.    Kitab tentang jual beli
19.    Kitab tentang akad pesanan (salam)
20.    Kitab Syuf’ah (hak membeli terlebih dahulu)
21.    Kitab tentang sewa-menyewa
22.    Kitab tentang pengalihan utang
23.    Kitab tentang perwakilan
24.    Kiab tentang perkongsian dalam pertanian
25.    Kitab tentang perkongsian dalam penyiraman tanaman (al-Musāqah)
26.    Kitab tentang utang-piutang  
27.    Kitab tentang perselisishan
28.    Kitab tentang barang temuan
29.    Kitab tentang kezaliman dan gasab
30.    Kitab tentang kongsi
31.    Kitab tentang gadai
32.    Kitab tentang memerdekakan budak
33.    Kitab tentang hibah
34.    Kitab tentang persaksian
35.    Kitab tentang perdamaian
36.    Kitab tentang syarat-syarat
37.    Kitab tentang wasiat
38.    Kitab tentang jihad
39.    Kitab tentang mendapat bagian seperlima
40.    Kitab tentang jizyah (pajak)
41.    Kitab tentang permulaan pencipaan mahkluk
42.    Kitab tentang para nabi
43.    Kitab tentang manakib (biografi)
44.    Kitab tentang peperangan
45.    Kitab tentang tafsir al-Quran
46.    Kitab tentang keutamaan al-Quran
47.    Kitab tentang pernikahan
48.    Kitab tentang perceraian
49.    Kitab tentang nafkah
50.    Kitab tentang makanan
51.    Kitab tentang akikah
52.    Kitab tentang sembelihan dan perburuan hewan
53.    Kitab tentang kurban
54.    Kita tentang minuman
55.    Kitab tentang orang sakit
56.    Kitab tentang pengobatan
57.    Kitab tentang busana
58.    Kitab tentang adab
59.    Kitab tentang meminta izin
60.    Kitab tentang doa-doa
61.    Kitab ar-Riqāq (pelbagai hal yang melembutkan hati)
62.    Kitab tentang takdir
63.    Kitab tentang sumpah dan nazar
64.    Kitab tentang tebusan sumpah
65.    Kitab tentang waris
66.    Kitab tentang hudud
67.    Kitab tentan denda
68.    Kitab tentang taubat orang-orang yang murtad dan membangkan
69.    Kitab tentang pemaksaan
70.    Kitab tentang ḥilah (rekayasa hukum)
71.    Kitab tentang mimpi
72.    Kitab tentang fitnah
73.    Kitab tentang hukum-hukum
74.    Kitab tentang at-Tamannī (harapan)
75.    Kitab tentang khabar dari satu perawi
76.    Kitab tentang berpegang teguh pada al-Quran dan sunnah
77.    Kitab tentang tauhid
            Perlu diketahui bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari ada sejulah hadits yang tidak dimuat dalam bab. Ada juga sejumlah bab yang berisi banyak hadits, tetapi ada pula yang hanya berisi segelintir hadits. Di tempat terpisah, ada pula bab yang hanya berisi ayat-ayat al-Quran tanpa disertai hadits, bahkan ada pula yang kosong tanpa isi hadits.
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan kriteria kritik hadisnya, tetapi para ulama melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang ada di dalam kitab shahih dan menyimpulkan bahwa kriteria yang digunakannya sangat ketat.  Imam al-Bukhari menggunakan kriteria kesahihan hadis seperti ittishal sanad, ‘adalah, ḍabit, terhindar dari syāż dan ‘illāt. Tetapi, untuk ittishal sanad imam Bukhari menggunakan kriteria dapat dipastikan liqa’ dan mu’asharah. Di samping itu, rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri yang digunakan adalah rawi-rawi yang fāqih, artinya rawi-rawi yang memiliki ‘adalah dan dhabit dan lama menyertai Imam al-Zhuhri.
Metode dan sistematika penulisannya adalah :
1.      Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran
2.       Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan
3.      Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung;
4.      Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ wa at-ta’dīl
5.      Mempergunakan berbagai sigat tahammul
6.      Disusun berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan adalah:
1.      Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at
2.      Kitabnya tersusun dari berbagai tema
3.      Setiap tema berisi topik-topik
4.      Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.[13]

B.     Biografi Imam Muslim dan Metode Penyusunan kitab Jami’ as Shahih

Ø  Biografi Imam Muslim (204-261 H)
            Nama lengkapnya adalah Al-Imam Abu Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi. Beliau dinisbatkan dengan kota Naisabur dimana beliau dilahirkan disana,  sebuah kota kecil di sebelah timur laut Negara Iran (sekarang). Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan tahun kelahiran beliau, namun menurut pendapat yang kuat, Imam Muslim dilahirkan pada tahun 204 H/802 M.[14]
            Ia juga belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al-Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima hadis dari Imam Musli, termasuk ulama-ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab sahihnya yang dikenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini, disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Bisa disebut dengan As-Shohihaini., yang berarti dua orang tua, maksudnya dua ulama tokoh ahli hadis. Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti mereka berdua meriwayatkannya.
            Ia belajar hadis sejak usia dini, yaitu saat berusia 16 tahun, yaitu mulai tahun 218 H. ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Negara-negara lainnya.
            Di Khurasan ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan; di Irak, ia belajar hadis kepada Imam Ahmaddan Abdullah bin Maslamah; di Mesir, ia berguru kepada ‘Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadis yang lain.[15]
            Ia berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadis, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, ia sering dating kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya.dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung dengan Bukhari sehingga hal ini menjadi terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Shahih-nya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari Az-Zihli padahal Az-Zihli adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadis dalam Shahih-nya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal Bukharipun gurunya. Tampaknya menurut Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari kedua gurunya itu ke dalam Shahih-nya, namun tetap mengakui mereka sebagai guru.
            Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlajnya, diantaranya Al-Fami’Ash-Shahih atau lebih dikenal sebagai Sahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, (kitab yang menerangkan nama-nama para rawi hadis), kitab Al-Asma wal-Kuna, Kitab Al-Ilal, Kitab Al-Aqran, Kitab Su’alat Ahmad bin Hanbal, Kitab Al-Intifa’ bi Uhubis-Siba’, Kitab Al-Muhadaramin, Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Kitab Auladih-Shahabah, Kitab Auham Al-Muhadditsin.[16]
            Di antara karya-karya tersebut, yang termasyhur adalah Ash-Shahih, yang judul lengkapnya adalah Al-Musnad Ash-Shahih Al-Mukhtasar min As-Sunan bi Naql Al-‘Adl’an Rasul Allah. Menurut perhitungan M.Fuad ‘Abd Al-Baqi, kitab ini berisi 3.033 hadis[17].
            Dari perjalanan panjang hidupnya, rihlah ilmiyah, perjuangannya dalam ‘mencari’ hadis, memberikan kontribusi besar bagi ummat Islam lewat sekian banyak karya, akhirnya pada usia 57 tahun Imam Muslim (rahimahullahu ta’ala) menutup usia, tepatnya pada hari minggu 4 rajab tahun 261 H / 859 M, beliau dikebumikan pada hari senin tanggal 5 rajab tahun 261 H di kota kelahirannya, Naisabur.[18]
Ø  Latar Belakang Penulisan Kitab Jami’ as Shahih (Shahih Muslim)
Tidak ada kekosongan yang bisa menjadikan berwujudnya sesuatu, begitupun juga dengan kitab hadis Sohih Muslim. Perseteruan ahl al Ra’y serta ahl al Hadits dipercaya menjadi salah satu embrio terciptanya kitab hadis. Perseteruan yang dimulai pada abad kedua ini kemudian semakin memuncak pada awal abad ketiga hijriyah. Para pemimpin kurun pertama daulah Abasiyah yang berideologi rasionalis banyak memberikan kontribusi terhadap berkembangnya paham ini, terbukti saat mereka berkuasa terbangunlah sebuah lembaga Bait al Hikmah yang berkonsentrasi pada penerjemahan karya-karya filusuf Yunani kedalam bahasa Arab. Setelah tampuk kekuasaan Daulah Abasiyah berada di tangan Khalifah Mutawakkil (232 H), para penggiat hadis (termasuk didalamnya Imam Muslim) serasa mendapatkan ‘angin segar’ karena konfrontasi dengan penguasa sudah tidak lagi menjadi hal yang menghambat berkembangnya kreatifitas yang berhubungan dengan hadist.
Hal lain yang memicu terbukukannya kitab hadis Sohih Muslim adalah ketika kemajuan dibidang ilmu pengetahuan yang dicapai pada dinasti Abasiyah dibarengi dengan memanasnya konflik yang bernuansa politis oleh beberapa kelompok, dimana tak jarang demi terwujudnya kepentingan, mereka menciptakan hadis palsu sebagai legitimasi dari ‘hajat busuk’ mereka. Tentu saja hal ini menjadi keresahan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat pada saat itu.
Dengan kata lain, secara garis besar kitab hadis Imam Muslim lahir atas ‘desakan’ kebutuhan masyarakat akan pentingnya otentifikasi hadis dikarenakan banyak bertebaran hadis palsu yang digunakan oleh sebagian kalangan untuk mendukung hasrat ‘politis’nya. Dari satu sisi kehadiran kitab hadis ini menjadi ‘penawar’ akan merebaknya ‘racun’ yang banyak berkembang pada masyarakat kala itu, namun disisi yang lain kitab hadis ini pun dianggap sebagai wujud ‘perlawanan’ para muhadditsin (baca: pemegang hadis) untuk meng-counter hegemoni kaum rasionalis.[19]
Ø  Metode Penulisan kitab Jami’ as Shahih (Shahih Muslim)
Secara eksplisit dalam kitab Shahih Muslim, penulis belum menemukan metodologi yang digunakan oleh imam Muslim dalam menyusun kitab hadisnya. Namun dari beberapa pemaparan ulama ahli hadis, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa syarat yang digunakan oleh imam Muslim dalam ‘menyaring’ hadis yang kemudian dituliskan dalam kitab hadis karyanya, diantara syarat yang digunakan imam Muslim hasil penelitian para ulama adalah:
1)      Hanya meriwayatkan Hadis dari para periwayat yang adil, dhabit (kuat dalam hal hafalan) dan dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya, serta amanah.
2)      Hanya meriwayatkan hadis-hadis yang lengkap sanadnya, muttasil (bersambung sanadnya), dan marfu’ (disandarkan pada Nabi saw.).
Metode penulisan kitab Sohih Muslim tergolong rapih. Hal ini dapat dilihat, dari ketelitian dan ‘kreatifitas’ yang beliau tuangkan dalam penyajian kritab hadis ini, misalnya:
·         Menyebutkan rawi-rawi dari beberapa hadis yang mempunyai tema yang sama dengan tanpa memotong satu jalur periwayatan dengan redaksi hadisnya, hanya dipisahkan dengan huruf khâ (ح) yang dicetak tebal sebagai tanda batas satu riwayat disambung dengan jalur riwayat yang lain.
·         Setelah selesai menyebutkan beberapa jalur sanad yang berbeda dari satu tema hadis yang sama, kemudian barulah disebutkan redaksi hadis terkait, atau menyebutkan terlebih dahulu redaksi hadis, baru kemudian disampaikan beberapa jalur periwayatan yang berbeda dari hadis terkait. Hal ini mengakibatkan minimnya pengulangan hadis dalam penyebutannya, kecuali jika dibutuhkan untuk mengulang karena keadaan yang ‘memaksa’ untuk dilakukannya pengulangan.
·         Digunakannya ‘cetak tebal’ pada beberapa cara transmisi hadis, misalnya lafad haddatsana (حدثنا), Akhbarâna (اخبرنا) dan haddatsani (حدثنى) hal ini mengindikasikan adanya ‘perbedaan situasi’ yang perawi alami ketika menerima hadis.[20]

Ø  Sistematika Penulisan Kitab Jami’ as Shahih
Kitab hadis karya Imam Muslim diberi nama al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunnah bi al-Naql al-Adal ‘an al’Adl ‘an Rasulullah saw, namun lebih dikenal dengan Jami al-Sahih atau Sahih Muslim. Sistematika yang digunakan Imam Muslim tergolong sangat baik, ini dapat dilihat dari cara beliau mengklasifikasikan hadis-hadis kedalam tema beasr dalam beberapa bagian yang secara khusus membincang persoalan tertentu. Kitab hadis ini menurut hemat penulis sepintas memberikan nuansa fiqh, diawali dengan muqaddimah, kemudian pada bagian pertama (Imam Muslim menyebutnya ‘kitab’) beliau membincang persoalan tentang iman dengan 96 bab dan kurang lebih 280 hadis, disusul dengan bagian kedua yang menerangkan tâharâh (34 bab dan 111 hadis), hâid, shalat dan lain sebagainya, untuk lebih lengkapnya berikut tabel dari sistematika penulisan kitab Shahih Muslim.[21]
No
Nama Kitab
Jumlah
Bab
Hadis
.
Muqaddimah
74
1
Iman
96
280
2
Taharah
34
111
3
Haid
33
126
4
Shalat
52
285
5
Masajid wa Mawadi’ al-Shalat
56
316
6
Shalat al-Musafirin wa al-Qasriha
56
312
7
Al-Jum’ah
19
73
8
Al-Aidain
5
22
9
Al-istisqa’
5
17
10
Al-Kusufh
5
29
11
Al-Janaiz
37
108
12
Al-Zakat
56
177
13
As-Siyam
40
222
14
Al-I’tikaf
4
10
15
Al-Hajj
97
522
16
An-Nikah
24
110
17
Ar-Rada’
19
32
18
At-Talaq
9
134
19
Al-Li’an
1
20
20
Al-Atq
7
26
21
Al-Buyu’
21
123
22
Al-Masaqah
31
143
23
Al-Faraid
5
21
24
Al-Hibah
4
32
25
Al-Wasiyah
6
22
26
An-Nadzar
5
13
27
Al-Aiman
13
59
28
Al-Qasamah Wa al-Maharibin Wa al-Qishas Wa al-Diyat
11
29
29
Al-Hudud
11
46
30
Al-Aqdiyat
11
21
31
Al-Luqathah
6
19
32
Al-Jihad
51
150
33
Al-Imarah
56
185
34
Asha’id wa al-Dzhabaih wa ma yu’kilu hayawan
12
60
35
Al-Adaha
8
45
36
Al-Asyribah
35
188
37
Al-Libas
35
127
38
Al-Adab
10
45
39
As-Salam
41
155
40
Al-fadhz
5
21
41
Al-Syiir
2
10
42
Ar-Ruyah
5
23
43
Al-Fadail
36
174
44
Fadail as-Sahabah
60
232
45
Al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab
51
166
46
Al-Qadar
8
34
47
Al-Ilmu
6
16
48
Ad-dzkr wa Du’a wa taubah wa Istigfar
27
101
49
At-Taubah
11
60
50
Shifat al-Munafiqin
1
83
51
Al-Jannah wa Shifat Nafsiha wa Ahliha
40
84
52
Al-Fitan wa syarait as Sa’ah
28
143
53
Al-Zuhud wa ar Rafaiq
20
75
54
At-Tafsir
8
34

C.    Perbedaan Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
1.      Dalam Shahih Muslim dimulai dengan menampilkan muqaddimah yang mengandung pengertian tentang ilmu hadist. Sedang dalam Shahih Bukhari dimulai dengan bad’ul wahyi ila Rasulullah Saw tanpa mengemukakan muqaddimah.
2.      Dalam Shahih Muslim susunannya dengan cara mengumpulkan beberapa jalan hadist pada suatu tempat bagi maudhu tertentu, sehingga memudahkan orang mencarinya. Sedang dalam Shahih Bukhari dikemukakan berbagai keterangan lain yang berisi hadist-hadist, lagi memiliki faidah dan pengertian fiqhiyah berikut kedalaman istimbat.
3.      Dalam Shahih Muslim hanya terdapat sedikit hadist muallaq yang menurut Imam Nawawi sebanyak 14 hadist, sedangkan dalam Shahih Bukhari mencapai ribuan, baik hadist mu’allaq marfu’ diulang maupun tidak diulang.
4.      Dalam Shahih Muslim banyak digunakan tahwil dengan tanda ha’ didalam sanadnya untuk memberi petunjuk beberapa cabang jalur periwayatan suatu hadist. Sedang dalam Shahih Bukhari sekalipun tahwil dengan tanda Ha ada, namun jumlahnya tidak banyak.
5.      Dalam Shahih Muslim hanya memuat hadist marfu’ yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, berbeda dengan Shahih Bukhari yang didalamnya ada yang mauquf atau maqthu’ yang masing-masing bersumber dari Sahabat dan Tabi’in.
6.      Dalam Shahih Muslim, apabila ada penyandaran kepada beberapa guru, lafadznya ditentukan siapa yang melafadzkan misalnya “hadatsana Zuhair bin Harb wa Abu Kuraib wa lafadz li Zuhair”, tetapi dalam Shahih Bukhari dapat ditetapkan bahwa bentuk periwayatan seperti itu, lafadznya bagi rawi yang akhir.
7.      Dalam Shahih Muslim, periwayatan hadatsana dan akhbarana dibedakan. Sedang dalam Shahih Bukhari antara keduanya dinyatakan sama, artinya tidak ada perbedaan baik disampaikan atau dibacakan kepada gurunya.[22]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Biografi Imam Muslim,
Untuk Biografi Imam Bukrori sudah jelas dibahas bahwa Imam Bukhori Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughirah Al-Ja’fi bin Bardizbah Al-Bukhori. Ia dilahirkan bulan Syawal 194 H dinegeri Bukhora, Uzbekistan, Asia Tengah dan Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Guru-guru Beliau dan murid-murid beliau juga sangat banyak, begitu juga dengan karya-karyanya dan yang paling dikenal adalah kitab jami’ as shahih.
Latar belakang penulisan shahih Bukhari,
·         Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang dan masalah.
·         Dororang dari Guru
·         Dorongan dari Hati
Metode Penulisan Jami’ as Shahih
·         Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran
·         Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan
·         Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung;
·         Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ wa at-ta’dīl
·         Mempergunakan berbagai sigat tahammul
·         Disusun berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan adalah:
·         Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at
·         Kitabnya tersusun dari berbagai tema
·         Setiap tema berisi topik-topik
·         Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.
2.      Biografi imam Muslim
Untuk biografi Imam Muslim itupun juga sudah jelas dibahas dibab sebelumnya, bahwa Nama lengkapnya adalah Al-Imam Abu Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, beliau lahir pada 204 H dan wafat tepatnya pada hari minggu 4 rajab tahun 261 H. Guru-guru dan Murid-murid Imam Muslim sangat banyak begitu juga dengan karya-karyanya dan yang paling terkenal adalah Shahih Muslim.
Latar  Belakang penulisan Kita Jami’ as Shahih
secara garis besar kitab hadis Imam Muslim lahir atas ‘desakan’ kebutuhan masyarakat akan pentingnya otentifikasi hadis dikarenakan banyak bertebaran hadis palsu yang digunakan oleh sebagian kalangan untuk mendukung hasrat ‘politis’nya.
Metode Penulisan Kitab Jami’ as shahih
·         Menyebutkan Rawi-rawi
·         Sanad-sanadnya
·         Di cetak tebal pada Tranmisi hadits
Sistematika Penulisan Jami’ as Shahih
Kitab hadis ini menurut hemat penulis sepintas memberikan nuansa fiqh, diawali dengan muqaddimah, kemudian pada bagian pertama (Imam Muslim menyebutnya ‘kitab’) beliau membincang persoalan tentang iman dengan 96 bab dan kurang lebih 280 hadis, disusul dengan bagian kedua yang menerangkan tâharâh (34 bab dan 111 hadis), hâid, shalat dan lain sebagainya.

B.     Saran dan Kritik
a.       Saran
Meski sebagian Ulama mengakui keshahihan hadits-hadits dalam shahih al Bukhari dan Shahih Muslih tetapi kita tetap harus menelitinya secara ilmiah. Tidak semua hadits shahih itu terdapat dalam shahih bukhari dan shahih muslim, oleh karena itu kita bisa melacak hadits shahih lainnya yang lolos dari saringan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab-kitab hadits yang terkenal lainnya.
b.      Kritik
Demikian makalah yang di buat penulis, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis. Apabila ada kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada penulis. Dan apabila  terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena sesungguhnya penulis adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.



DAFTAR PUSAKA

Al Maliki M Alawi. Ilmu Ushul Hadits. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2012
Dinukil dari perkataan Ibn Katsir. Lihat Syekh Khalil Ma’mun dalam Muqaddimah: al Minhaj syarh Sohih Muslim karya Imam Muhyi ad Din an Nawawi (Beirut: Dar el-Marefah. 1999
Dzulmani. Mengenal Kitab-Kitab Hadits. Yogyakarta: Pustaka  Insan Madani. 2008
Majid Khon Abdul. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah. 2010
Putuhena M. Shaleh. Historiografi Haji Indonesia.Yogyakarta: L Kis. 2007
Sholahudin  M. Agus. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia. 2013
Siyar A’laam An-Nubala’ karya Al Imam Adz-Dzahabi
Soetari Endang. Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah. Bandung: CV. Mimbar Pustaka. 2008
Yuslem Nawir. Kitab Induk Hadis. Jakarta: Hijir Pustaka Utama. 2006
Alghifaritomaros,  Analisis kitab Shahih Bukhari (http: blogspot, 2012) diakses, 15-10-2015 at 09.00 WIB
Muhammad Anggung, Studi Hadits Imam Bkhari Dan Imam (http: Blogspot, 2012) diakses pada tanggal 16-10-2015 at 09.30 WIB
Jauharudintaman, Studi Kitab Hadis Sohih Muslim (http: wordpress. 2013) diakses pada tanggal 17-10-2015, at 10.00 WIB



[1] Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008)hal 280, Lihat juga M Alawi al Maliki, Ilmu Ushul Hadits(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2012) hal 256, Lihat Juga M. Agus Sholahudin, Ulumul Hadis (Bandung,:CV Pustaka Setia, 2013) hal 230
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid, hal 231
[6]Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006) hal 51
[7] Agus, Ulumul Hadis , hal 231
[8] Ibid, hal 233
[9] Siyar A’laam An-Nubala’ karya Al Imam Adz-Dzahabi
[10] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2010) hal 259.
[11] Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) hal 47
[12] Ibid, hal 50
[13] Alghifaritomaros,  Analisis kitab Shahih Bukhari (http: blogspot, 2012) diakses, 15-10-2015 at 09.00 WIB
[14] M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia (Yogyakarta, L Kis 2007) hal 70
[15] Agus, Ulumul Hadis, hal 234
[16] Ibid, hal 235
[17] Ibid
[18] Dinukil dari perkataan Ibn Katsir. Lihat Syekh Khalil Ma’mun dalam Muqaddimah: al Minhaj syarh Sohih Muslim karya Imam Muhyi ad Din an Nawawi (Beirut, Dar el-Marefah 1999) hal 98
[19] Ibid, hal 63
[20] Jauharudintaman, Studi Kitab Hadis Sohih Muslim (http: wordpress. 2013) diakses pada tanggal 17-10-2015, at 10.00 WIB
[21] Jauharudintaman, Studi Kitab Hadis Sohih Muslim (http: wordpress. 2013) diakses pada tanggal 17-10-2015, at 10.00 WIB
[22] Muhammad Anggung, Studi Hadits Imam Bkhari Dan Imam (http: Blogspot, 2012) diakses pada tanggal 16-10-2015 at 09.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar